Setiap perusahaan konstruksi di Indonesia diwajibkan untuk memenuhi persyaratan legal tertentu agar dapat menjalankan proyek secara sah dan profesional. Dua syarat utama yang harus dipenuhi adalah kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK). Kedua sertifikat ini bukan hanya formalitas administratif, melainkan bukti bahwa perusahaan dan tenaga kerjanya memiliki kualifikasi serta kompetensi sesuai standar yang berlaku. Mengetahui dampak hukum tidak memiliki SBU dan SKK menjadi penting, karena tanpa kedua sertifikat tersebut perusahaan dapat dikenakan sanksi, kehilangan hak mengikuti tender, hingga dianggap tidak memenuhi ketentuan operasional di sektor konstruksi.
Dampak hukum tidak memiliki SBU dan SKK dapat menimbulkan konsekuensi serius, mulai dari sanksi administratif, pembatasan partisipasi dalam tender, hingga ancaman pidana jika terbukti melanggar regulasi yang berlaku. Selain itu, tanpa SBU dan SKK, perusahaan berisiko kehilangan kepercayaan klien maupun mitra kerja karena dianggap tidak memenuhi standar legal dan profesional yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini tentu berdampak langsung terhadap keberlanjutan usaha, reputasi, serta peluang memenangkan proyek strategis.
Regulasi yang Mewajibkan SBU dan SKK bagi Perusahaan Konstruksi
Berikut ini beberaoa regulasi yang mewajibkan SBU dan SKK untuk perusahaan konstruksi:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
UU ini menjadi landasan utama yang mengatur kewajiban perusahaan konstruksi untuk memiliki SBU dan tenaga kerja dengan SKK.Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Dalam PP ini, SBU menjadi salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki perusahaan agar dapat memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) dan izin operasional.Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021
Secara spesifik, peraturan ini mengatur tata cara sertifikasi badan usaha (SBU), sertifikasi dan registrasi tenaga kerja konstruksi (SKK), serta registrasi usaha jasa konstruksi asing.Sanksi atas Pelanggaran
Regulasi ini menegaskan bahwa perusahaan yang tidak memiliki SBU dan SKK tidak dapat mengikuti tender atau memperoleh kontrak resmi.
Dampak Hukum Tidak Memiliki SBU dan SKK
Perusahaan yang tidak memiliki SBU dan SKK akan berdampak dalam hukum, seperti:
Tidak Bisa Mengikuti Tender Proyek
SBU dan SKK merupakan syarat utama dalam seleksi administrasi tender, baik untuk proyek pemerintah maupun swasta. Tanpa keduanya, perusahaan otomatis gugur di tahap awal.Sanksi Administratif
Regulasi memungkinkan pemerintah menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis, denda, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang beroperasi tanpa SBU dan SKK.Ancaman Pidana
UU Jasa Konstruksi memberi ruang bagi penegakan hukum pidana apabila ditemukan praktik usaha konstruksi ilegal, termasuk bekerja tanpa sertifikasi resmi. Hal ini bisa berupa denda besar atau hukuman kurungan.Kontrak Dinyatakan Batal Demi Hukum
Jika perusahaan tanpa SBU dan SKK tetap memaksakan diri mengerjakan proyek, kontrak kerja yang dibuat berpotensi dianggap tidak sah secara hukum sehingga tidak memiliki kekuatan mengikat.Kehilangan Kepercayaan Klien dan Mitra
Selain aspek legal, ketiadaan SBU dan SKK menurunkan kredibilitas perusahaan di mata klien, investor, maupun mitra kerja, sehingga berakibat pada berkurangnya peluang proyek di masa depan.
Memahami dan mengantisipasi dampak hukum tidak memiliki SBU dan SKK adalah langkah penting bagi setiap perusahaan konstruksi yang ingin beroperasi secara aman, profesional, dan berkelanjutan. Tanpa pemenuhan kedua sertifikat tersebut, perusahaan berisiko menghadapi sanksi administratif, denda, hingga penghentian kegiatan proyek yang tentu merugikan reputasi serta keberlangsungan usaha. Untuk memastikan seluruh aspek legalitas perusahaan Anda terpenuhi dengan benar, konsultasikan kebutuhan SBU dan SKK melalui layanan profesional di jasa pembuatan SBU, sehingga proses pengurusan menjadi lebih mudah, tepat, dan sesuai regulasi terbaru.
